SEJARAH REBANA Rebana merupakan alat
musik tradisi islami, di buat dari bahan kayu pilihan berbentuk bundar,
pipih dan berlobang di tengahnya. di satu sisi sebelahnya di pasang
kulit yang telah di samak. kalau di pukul pake telapak tangan maka akan
mengeluarkan bunyi nada suara.
Rebana biasa di mainkan untuk mengiringi kitab barzanji, simthu duror, Ad’dibai, maulid dan sholawat Nabi SAW. Tapi pengembangannya sekarang sudah
meluas dan modern. Ada yang untuk mengiringi tari-tarian, instrument
musik, sampai ada yang sekedar di jadikan barang cinderamata.
Rebana di Bumiayu berdiri sekitar tahun
1954-an, berawal dari angan-angan dan kejelian bapak MADALI yang
mempunyai keterampilan dalam menciptakan dan mengolah bahan kayu menjadi
sebuah rebana. rebana yang di hasilkannya juga hanya terdapat satu
macam yaitu berukuran 37-40 cm.
Kegiatan itu di lakukan selama puluhan
tahun untuk mengisi waktu kesibukan di sela-sela waktu luang beliau
bertani. Dan di kerjakan bersama seorang bapak bernama TOIP ( ayahanda )
yang sama-sama seoarang petani.
Tahun demi tahun puncaknya tahun 1999
Rebana di Bumiayu mengalami perkembangan yang pesat dan meluas, banyak
kemajuan dalam membuat ragam jenis rebana hingga sekarang. Ada rebana
qasidah / LASQI, Rebana Hadroh / simthu duror, Rebana Diba, Rebana MAPSI
( mata pelajaran seni islam ), rebana marawis, Hajir Marawis, Rebana
Jawa/ Bass demak, dan Bedug Masjid/ musholla dari ragam jenis alat musik modern
terdiri dari dari Drum set, Drum Band, Marching Band, aneka kendang,
Tamrien / tamborien, dan instrument musik modern lainnya.
Di riwayatkan oleh ayahanda tercinta tuk
masyarakat kaliwadas khususnya yang belum semuanya tahu, umumnya untuk
masyarakat indonesia pecinta penikmat musik tradisi islami
SEJARAH REBANA DI PASAR IKAN JAKARTA
Seperti yang tercatat dalam SEJARAH
REBANA DI BUMIAYU, berawal dari Bapak MADALI(alm) dan Bapak TOIP. Tahun
1954-an Rebana pada waktu itu di kaliwadas Bumiayu masih belum punya
pasaran. di jual dengan cara di jajakan dan di kelilingkan dari kampung
ke kampung juga dari rumah ke rumah. dan masih sekitar daerah Jawa
Tengah dengan cara di panggul seperti pedagang kaki lima. Lambat dan penuh kesabaran buat bapak
MADALI dan Bapak TOIP untuk menjajakan rebana. pada saat itu harga 1 set
Rebana isi 4 cuma Rp 160, jadi per biji di hargai Rp 40 dengan ukuran
Diameter 37-40 cm.
Lamanya waktu berlalu di Daerah pasar
ikan Jakarta Utara, rame hiruk pikuk pedagang-pedagang ikan sampai
cinderamata dan lainnya. salah satunya Haji Sulaiman saudagar dari
Tasikmalaya penjual cinderamata, Beliau mendengar di daerah Bumiayu ada
pengrajin rebana lalu beliau mampir ke Ayahanda Bapak TOIP untuk
menawarkan rebananya di pasarkan di pasar ikan. yang sekarang bernama
TOKO SETIA dan merupakan peran utama dalam perkembangan rebana di pasar
ikan.
Hati gembira di terimalah tawaran
tersebut. Dan dari situ kemajuan mulai terlihat untuk pasaran Rebana.
sampai akhirnya biasanya Bapak TOIP lebih sering ke sawah untuk ngurusin
padi jadi lebih banyak waktunya untuk buat Rebana di rumah.
Sampai akhirnya berkembanglah rebana di
pasar ikan. sampai pedagang-pedagang sebelahnya juga ikut melirik bisnis
rebana tersebut.dari almarhum Haji Acep TOKO SINAR HARAPAN MUSIK dan
TOKO BALI.
Karena pesenan Rebana membludak tidak terkira dan Bapak TOIP kewalahan
melayani permintaan, akhirnya satu keluarga ikut membuat rebana untuk
stok rebana yang selalu kurang dan kehabisan.
berawal dari Bapak SYAMSURI L TOIP, KHAMBALI TOIP, ABDUL ROSYID TOIP, SOLICHIN TOIP, SOLIKHUN TOIP dan AKHMAD JAWAHIR TOIP.
Dari awalnya satu keluarga untuk
memenuhi permintaan yang cepat, tapi tetap aja stok selalu kurang dan
habis, Beliau Haji Sulaeman minta pada pada Bapak TOIP untuk ikut andil
supaya masyarakat kaliwadas Bumiayu sama-sama membuat Rebana. salah
satunya dari bapak M YUNUS, HAJI MUJI, Bpk JAWAWI, Bpk Sulaiman,
MASDUKI, dan lainnya ikut membuat dan mengisi rebana di pasar ikan.
Puncak kejayan rebana rame penikmatnya
di Pasar ikan dan Kaliwadas Bumiayu sekitar tahun 1999-an yaitu pada Era
Presiden GUS DUR. Dan sampai sekarang perjalanan panjang itu terus berlanjut. Pesan yang paling sering penulis dengar adalah Almarhum Haji Sulaeman berkata pada Ayahanda adalah “…Nanti kalau Pak TOIP tidak lagi membuat rebana, Anak-anak Pak TOIP nanti yang meneruskan…”
“…begitu juga nanti anak-anak saya yang meneruskan..,”
Semoga jaya terus rebana di pasar ikan, Bumiayu dan Indonesia. dan pecinta penikmat alat musik tradisi islami maju terus untuk perkembangan seni Islam.
Amin…Amin…
“…begitu juga nanti anak-anak saya yang meneruskan..,”
Semoga jaya terus rebana di pasar ikan, Bumiayu dan Indonesia. dan pecinta penikmat alat musik tradisi islami maju terus untuk perkembangan seni Islam.
Amin…Amin…
Di riwayatkan oleh ayahanda tercinta tuk
masyarakat kaliwadas khususnya yang belum semuanya tahu, umumnya untuk
masyarakat indonesia pecinta penikmat musik tradisi islami
No comments:
Post a Comment